Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Template

Powered by Blogger

Minggu, 29 Maret 2009

Sekuntum Melati


Balada sekuntum melati
Essay bagi jiwa-jiwa yang redup

Hati yang hancur adalah hati yang awalnya serupa melati subur, ia berasal dari benih paling istimewa, ia tegak gagah namun jelita. Namun kemudian datang masalah satu-persatu, monster ulat mengganggu tak peduli waktu, kutu-kutu batang menyerang sesadis Israel, angin menghempas kencang dan laki-laki menginjak tanpa perasaan, begitu seterusnya..

Kini, melati itu tak selayak hutruf alif, putihnya hanya serupa lampu kamar mandi, daunnya hanya tersisa satu itupun hijau kelabu seumpama direbus sepanaas-panasnya. Melati itu hancur. Beginilah barangkali perumpamaan hati yang hancur.

Hati yang hancur adalah melati yang hancur. Melati yang hancur tak lagi merasakan hangatnya senyum mentari, sejuknya embun, kupu-kupu yang cantik dan gemar menggelitik tak lagi membuatnya geli. Hati yang hancur tak lagi merasakan hangatnya sinar hidayah, tak lagi tergelitik oleh kesempurnaan akhirat.

Tetapi melati yang hancur bukanlah melati yang mati, hati yang hancur bukanlah hati yang mati. Lihatlah asalkan akar masih didasar sana, tunggu saja bilamana setitik rinai hujan menyentuhnya, ia akan tumbuh pelan-pelan bahkan lebih wangi.

Akar bagi sekuntum hati adalah fitrah. Fitrah adalah rumah yang disana bersemayam nurani. Selama fitrah itu ada maka nafas masih ada rinai hidayah menyentuhnya walau setitik sahaja, ia akan tumbuh menjadi sekuntum hati yang bertambah hari-bertambah kuat dan wangi.

Lalu kapan setitik rinai hidayah itu tiba?
Jawabnya adalah: “Berdoalah: ya..muqolibal qulub tsabit qalbi ‘indallah…”Amin..amin…


Trimakasih kakakku…Ust. Mustofa, bentar lagi Dzuhur pamit dulu ya…Assalamu’alaikum..

Selanjutnya...

Rabu, 11 Maret 2009

Global!

“Pendidikan Islam jangan berbicara masa lalu, tapi bicara tentang globalisasi
dan merespon masa depan”,

inilah yang dikatakan Guru Besar tamu The City University London, Inggris, Prof Ziauddin Sardar. Dan beliau menambahkan saat berbicara dalam seminar "Dampak Globalisasi dan Tantangan Bagi Pendidikan Islam" di IAIN Sunan Ampel Surabaya, beliau mengatakan "Pendidikan Islam telah gagal karena tidak kritis terhadap globalisasi dan masa depan Islam sendiri,".

Dari paparan ini dapatlah dikatakan pendidikan tradisional Islam selama ini hanya bicara tentang keimanan, tafsir, sejarah, dan hal-hal klasik lainnya, sehingga pendidikan Islam tak menjawab persoalan global yang ada dan membuat Islam menjadi "konsumen" globalisasi. Oleh karena itu di Era Global, Islam jangan hanya dipahami secara klasik, melainkan Islam harus dipahami sebagai etika yang dinamis. Pendidikan Agama Islam harus membekali mahasiswa dengan konsep untuk melihat globalisasi sebagai realitas, kemudian realitas itu dianalisa sesuai konsep Islam untuk melahirkan budaya baru.

Budaya baru yang didukung konsep analitis itu bukan sekedar respon terhadap globalisasi tapi merupakan jawaban yang menerima apa yang positif dari globalisasi tapi tetap didukung konsep Islam.

Menanggapi hal itu, guru besar IAIN Sunan Ampel Surabaya Prof Dr Syafiq A Mughni selaku pembanding menyatakan, ada tiga pola hubungan Islam dan globalisasi, yakni kelompok yang menolak globalisasi secara radikal seperti Hizbut Tahrir, yang kedua kelompok yang selektif terhadap globalisasi dan yang ketiga ada kelompok yang responsif terhadap globalisasi dengan melakukan kompromi secara perlahan-lahan yang terlihat dengan munculnya konsep matematika Islam, ekonomi Islam, dan "Islamisasi" konsep lainnya.

Fenomena modern yang terjadi di awal milenium ketiga ini yang popular dengan sebutan globalisasi dan Barat merupakan satu-satunya pemegang peran kunci dari seluruh media berita baik media cetak, maupun media elektronik. Seperti dimaklumi pemberitaan-pemberitaan tersebut banyak mengandung bias, khususnya bila ada kaitan langsung atau tidak langsung dengan dunia Islam.

Sains dan teknologi menjadi dominasi khusus dunia Barat, dengan demikian setiap Muslim yang berminat mendalami bidang-bidang ini harus mengikuti term-term yang ditentukan oleh Barat, yang tidak jarang bertentangan dengan nilai-nilai Islami. Sehingga dalam beberapa kasus sering terjadi para saintis Muslim, secara sadar atau tidak, tercerabut dari akar-akar keislaman, dan menjadi pembela fanatik Barat. Dan kita selaku Muslim, orang tua dan para pendidik, harus dapat mengantisipasi dan merespon sejak dini gejala-gejala distorsi moral.

Selanjutnya...

Love YOU..


"Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami dari isteri-isteri kami dan keturunan kami kesenangan hati, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa." ( QS. Al-Furqan : 74 )

Sahabat…

Masih ingatkah kita saat kita masih kecil, saat kita baru dilahirkan di dunia dari rahim ibu kita. Apakah sahabat menangis setelah dilahirkan? saat masih bayi apakah kita selalu rewel di tengah malam saat kedua orang tua kita terlelap tidur karena lelahnya mereka menjaga kita. Wah..tentunya kalian tidak pernah ingat ya kajadian waktu kita masih bayi. Atau pernahkah kalian bertanya kepada orang tua kita, ibu misalnya. Ya..mungkin sebagian dari sahabat pernah bertanya kepada bunda tentang anda diwaktu kecil, tapi yang anda dengar mungkin seperti kebiasaan seorang bunda saat mengasuh anaknya, tapi ingat semua yang dilakukan oleh semua orang tua tidaklah mudah seperti yang anda bayangkan lo..


Jadi, kapan kita mulai mengingat masa kecil kita. Mengingat yang kita lakukan di waktu kecil, kalau saya ingat kembali saat saya masih kecil, saya masih ingat apa yang saya lakukan saat berada di taman kanak-kanak, walaupun hanya waktu-waktu tertentu yang saya ingat. Kebiasaan mencium tangan kedua orang tua kita, papah dan ibu saat hendak pergi sekolah. Itu yang selalu teringat, bagaimana dengan sahabat, masih ingat kapan kebiasaan mencium kedua tangan orang tua kita?

Kebiasaan mencium kedua tangan orang tua kita mungkin sebagaian dari sahabat telah menjadi kebiasaan saat masih kecil, tapi entah kapan kebiasaan itu nanti akan hilang dalam diri kita, maksud saya apakah kita telah dewasa, telah mendapat gelar di perguruan tinggi, setelah kita bekerja, setelah kita menikah atau setelah kita mendapat anak. Apakah kebiasaan itu akan hilang?.

Apapun keadaan kita disaat kedua orang tua kita masih ada janganlah malu untuk mencium kedua tangan, memeluk tabuhnya, mengecup kening dan pipi kedua orang tua kita. Dari tangan mereka kita dibesarkan, dari ibu kita selalu dijaga sejak di dalam kandungan, dan mempertaruhkan nyawanya saat kita dilahirkan dan dari ayah kita yang begitu bijaksana Jerih payah dan cucur keringatnya, gigih berjuang untuk kejayaan anak-anakya. Mereka yang selalu mendidik kita hingga dewasa.

Sahabat..akan tiba masa kita tidak merasakan hangatnya tangan kedua orang tua kita saat saat bersalaman, tidak akan lagi mencium tangan orangtua kita yang telah bekerja untuk anak-anaknya, merasakan belaiannya yang penuh cinya dan sayang, memeluk tubuhnya yang hangat. Kerena kelak kita hanya akan memegang nisannya, mencium nama nisanya, dan memeluk gundukan kuburnya.

Peluklah orang tuamu dan bisikkan ditelinganya "aku cinta kamu karena Allah ibu..ayah.."


Untukmu ayah dan ibu semoga Allah menyayangmu seperti kau menyayangiku saat kecil dulu

Selanjutnya...

Selasa, 10 Maret 2009

akal...agama...

Para sarjana muslim merumuskan ada dua sumber pengetahuan dalam epistemologi yaitu konsep tauhid (wahyu dan akal). Dalam segi sumber pengetahuan dari sisi subyek atau implementasinya para sarjana mencoba menggabungkan ilmu-ilmu alam yang bersumber pada akal dan ilmu agama yang bersumber pada wahyu dalam satu kesatuan ilmu pengetahuan, karena ilmu-ilmu alam tidak lepas dari nilai-nilai agama (tauhid). Seperti pemikiran-pemikran yang dikembangkan oleh dua tokoh ilmuwan yaitu Ismail Al-Faruqi tentang Islamisasi ilmu dan Naqib Al ‘Atas tentang integrasai Ilmu, yaitu bahwa ilmu-ilmu umum secara epistemologis tidak bisa dipisahkan dari ilmu-ilmu agama karena ilmu-ilmu umum merupakan implementasi dari nilai-nilai ketauhidan, oleh karena itu harus ada proses penggabungan antara ilmu umum dan ilmu-ilmu agama dalam satu konsep pendidikan non-dikotomik.
Dalam pendidikan Islam bahwa wahyu dan akal tidak dibenarkan terdikotomi, sebenarnya konsep tentang pendidikan non dikotomik telah dikemukakan oleh Ibnu Taimiyah yang mengatakan bahwa tidak terjadi pertentangan dalam reason dan revelation dalam ajaran agama Islam. Secara teoritis ajaran agama Islam tidak memberikan tempat pada pola pikir dogmatis dalam pendidikan dan keilmuwan Islam. kebenaran misi dan substansi ajaran Islam yang universal tidak mengenal sekat-sekat antara ilmu-ilmu umum dan agama. Semua itu merupakan satu kesatuan ilmu pengetahuan dan dalam epistemology sumber pengetahuan yang berupa wahyu dan akal tidak bias dipisahkan satu sama lain katrena merupkan satu sumber dari nilai-nilai ketuhanan yang satu sama lain saling adanya keterkaitan nilai-nilai sumber pengetahuan.

Selanjutnya...

Minggu, 01 Maret 2009

Sst......



Tiada suatu ucapan yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (QS.50:18)

Ilmu itu hikmah dan diam berarti selamat
Jika kamu berbicara, jangan banyak-banyak
Tidak akan kamu menyesal karena diam
Namun anda menyesal berkali-kali karena bicara.
Pemuda mati karena kesalahan lidahnya
Namun orang mati tidak mati karena kaki terpeleset.
Jangan ucapkan apa yang tak kau suka
Terkadang lidah mengatakan sesuatu, lalu terjadi.
Sungguh, tak ada sesuatu yang aku tahu
Yang lebih layak di tahan daripada lidah
Kuncilah lidahmu dengan kuat.
Jangan sampai mengatakan yang tak berguna
Banyak ucapan di ucapkan dengan gurauan
Namun meluncurkan panah yang menyebabkan maut
Diam lebih baik daripada ucapan gurauan
Maka diamlah, maka selamat, dan jika berkata, maka jujurlah
Jangan bertindak terlalu untuk sahabat
Jika benci orang, maka biasa saja
Karena kamu tak tahu, kapan kamu benci
Kepada kekasihmu atau suka orang yang kamu benci
Maka gunakanlah akal sehatmu.

Bersambung..

Selanjutnya...